Rabu, 16 Maret 2011

Akhlak Murni Dalam Masyarakat Islam


BAB I
PENDAHULUAN
Belakangan ini kita sering dikejutkan dengan berbagai peristiwa yang diekspos di berbagai mass media sebagai berita-berita hangat yang menggambarkan adanya persoalan-persoalan tertentu yang penting sekaligus sulit di atasi. Persoalan tersebut susul-menyusul, silih berganti mengisi lembar-lembar utama mass media. Komentar, kritik, dan saran juga solusi dipaparkan oleh berbagai kalangan. Namun ternyata penyajian tersebut justru menggambarkan bahwa masyarakat disuguhi dengan berbagai persoalan yang 'tak ada jawaban'. Seakan setiap hari koran menyampaikan topik: 'hari-hari penuh omong kosong'. Kita semua tentu ingat betapa mass media mengekspos soal beras, privatisasi semen Padang atau masalah kenaikan harga BBM dan PLN.
Juga misteri pembunuhan anggota DPR fraksi PPP di Medan yang belum juga
terungkap, demonstrasi buruh, penahanan dan penyiksaan anak dibawah umur,
penangkapan Al Chaidar yang akhirnya dilepaskan, pembebasan sementara Joko
S. Candra dalam kasus Bank Bali, korupsi-kolusi, dan terakhir kasus BLBI,
kasus Mantan Presiden Soeharto, Astra, dan DepHutbun (Republika, Jum'at 10
Maret 2000) . Peristiwa-peristiwa muncul dan ramai dibicarakan, tapi tak
lama kemudian hilang tak jelas nasibnya. Bahkan untuk masalah korupsi yang
belakangan juga menghangat lagi lantaran baru saja diangkat kembali oleh
Panja BLBI DPR RI, orang mengatakan korupsi itu bagaikan "angin", terasa
tapi tak tampak, tahu-tahu ribut, tapi tak pernah selesai.
Semua ini tentu memprihatinkan kita, sebab, gejala tersebut menunjukkan
bahwa masyarakat kita tak memiliki satu komitmen untuk menyelesaikan
seluruh permasalahan tersebut secara tuntas. Persoalan pun menggunung tak
terselesaikan. Bahkan suatu persoalan seakan dianggap selesai setelah
tertutup oleh persoalan baru. Karenanya, diperlukan reorientasi pemikiran
dari masyarakat agar punya komitmen untuk menyelesaikan masalahnya secara
cepat, tepat, dan tuntas. Juga, perlu ditemukan suatu metode pemecahan yang
bisa memenuhi tuntutan komitmen tersebut.
Dalam rangka inilah, Kami mengajak kaum muslimin untuk menyegarkan kembali pemikiran kita tentang 'aqidah Islamiyah' yang kita peluk serta pengaruhnya
dalam kehidupan kita baik secara individual maupun sosial.
   BAB II
PEMBAHASAN
A.     Pengertian Akidah Islam
Sebelum kita menjelaskan pengertian aqidah Islam, kita lihat dulu
pengertian aqidah secara bahasa (lughowiy) maupun istilah (syar'iy). Secara
bahasa, kata aqidah yang berasal dari kata kerja (fi'il) -- aqada-ya'qidu'
-- berarti mengikat sesuatu dengan kuat-kuat. Secara bahasa, kata aqidah
juga bisa diartikan sebagai "yang diikat oleh hati dan hati menjadi tentram
atasnya". Secara istilah, aqidah diartikan sebagai "pemikiran menyeluruh
tentan alam semesta, manusia, dan kehidupan yang ada di dunia, juga tentang
segala sesuatu sebelum kehidupan dunia dan segala sesuatu setelah kehidupan
dunia, serta hubungan antara kehidupan dunia dengan sebelum dunia serta
sesudahnya" (lihat M. Husain Abdullah, Dirasat fil Fikril Islami, hal.35)..
Hanya saja, adanya jawaban tersebut, belum berarti bahwa jawaban tersebut,
pastilah jawaban (aqidah) yang benar. Suatu aqidah dipastikan merupakan
aqidah yang benar (aqidah shahihah) jika memenuhi dua syarat:
1.      Aqidah itu sesuai dengan fitrah manusia, yakni menentramkan hatinya dan
memuaskan  naluri beragamanya (gharizah tadayyun). Dengan kata lain, aqidah
tersebut tidak  menafikan adanya Allah SWT, Sang Pencipta sekaligus tidak menafikan kekuasaan Allah atas mahluk-mahlukNya yang secara naluriah fitriyah manusia dengan segala sifatnya yang lemah dan terbatas memang membutuhkannya.
2.      Aqidah itu sesuai dengan akal sehat manusia, yakni akal sehat manusia,
yakni akal manusia puas dengan dalil-dalil dari hal-hal yang diyakini oleh aqidah tersebut.
3.      Aqidah Komunisme materialisme yang menyatakan bahwa Tuhan Sang Pencipta itu tidak ada dan segala sesuatu yang ada didunia ini semua berasal dari materi dan akan kembali menjadi materi serta mengatakan bahwa materi itu azali (kekal), tidak berawal dan berakhir adalah aqidah yang tidak sesuai dengan
akal. Sebab telah terbukti dengan nyata bahwa segala sesuatu yang ada
didunia ini bersifat terbatas. Dan sesuatu yang terbatas, tidak bisa
mengadakan dirinya sendiri, jadi pasti butuh kepada sesuatu yang lain, yang
Maha Kuasa dan Maha Pencipta.
Demikian juga aqidah sekulerisme (pemisahan agama dari kehidupan) yang merupakan hasil kompromi dari konfrontasi yang panjang antara para pejabat gereja (mewakili agama -kristen-) dan para intelektual (mewakili ahli iptek) di Eropa yang bermuara pada soal kekuasaan. Aqidah inipun tidak bisa diterima akal sehat, karena disatu sisi ia mengakui adanya Tuhan, tapi disisi lain ia menolak agama (Tuhan) dalam kehidupan masyarakat dan negaranya. Kaum beraqidah sekulerisme mengatakan bahwa "God is Watch Maker" (Tuhan adalah pencipta jam) artinya, saat Tuhan telah menciptakan manusia dan alam semesta, Ia biarkan manusia dan alam ini
berjalan sendiri. Dari sini jelas sekali, aqidah komunisme materialisme dan
aqidak kapitalisme sekulerisme tidak sesuai dengan fitrah dan akal manusia !
Aqidah Islamiyah telah memecahkan "simpul besar" tersebut dengan suatu
konsep pemecahan yang khas. Aqidah Islam menjawab pertanyaan manusia yang
paling mendasar tersebut dengan menjelaskan bahwa alam semesta, manusia dan
kehidupan, adalah mahluk dari sang Penciptanya, yaitu Allah SWT dan hari
kiamat akan terjadi setelah berakhirnya kehidupan dunia. Sedangkan hubungan
antara kehidupan dunia dengan sebelumnya adalah dalam bentuk ketundukan
kepada perintah-perintah dan larangang-larangan Allah SWT. Adapun hubungan
antara kehidupan dunia dengan sesudahnya, yakni hari kiamat, adalah bahwa
perbuatan manusia di dunia akan dipertanggungjawabkan di hari kiamat yang
disana ada pahala dan dosa serta ada surga dan neraka.
Jawaban aqidah Islam atas pertanyaan-pertanyaan mendasar manusia itu
tercermin dalam aqidah Islamiyah yang didefinisikan sebagai keimanan kepada
Allah, para malaikatNya, kitab-kitabNya, para RasulNya, hari akhir, dan
juga iman kepada qadla dan qadarNya yang baik maupun yang buruk (lihat An
Nabhani, Syakhshiyah Islamiyah, juz Awwal hal. 29).
B.     Akidah Murni dalam Masyarakat Islam
Masyarakat adalah kumpulan individu yang senantiasa melakukan interaksi
dalam memenuhi kemaslahatan hidup mereka. Hubungan tersebut tentu
berlangsung secara harmonis dan kontinyu bila masing-masing individu
anggota masyarakat tersebut memiliki kesatuan pemikiran, perasaan, dan
peraturan.
Tentu saja, bentuk dan warna pemikiran, perasaan, dan peraturan yang
terdapat dalam suatu masyarakat akan ditentukan oleh aqidah yang dianut
masyarakat tersebut. Suatu masyarakat yang dibangun oleh Lenin dengan
revolusi Bolsheviknya misalnya, diliputi oleh pemikiran, perasaan, dan
peraturan yang bersumber dari aqidah komunis materialistis. Sedangkan
masyarakat kapitalis di Eropa dan Amerika diliputi oleh pemikiran,
perasaan, dan peraturan yang didasari oleh aqidah sekulerisme yang
memisahkan agama dari kehidupan.
Adapaun masyarakat Islam, adalah masyarakat yang diliputi oleh pemikiran,
perasaan, dan peraturan yang bersumber dari Aqidah Islamiyah. Karenanya,
dalam masyarakat Islam yang merupakan masyarakat tauhid ini terasa sekali
pengaruh aqidah Islamiyah dalam kehidupan masyarakat. Pengaruh aqidah
Islamiyah itu antara lain sebagai berikut:
1.       Masyarakat tauhid itu beriman kepada Tuhan Yang Satu (rabbun wahid),
beriman kepada agama yang satu (diinun wahid), dan tunduk kepada peraturan yang satu  (nizhamun wahid). Allah SWT berfirman:
"Sesungguhnya (agama tauhid) ini adalah  agama kamu semua; agama yang satu dan Aku adalah Tuhanmu, maka sembahlah Aku" (QS.  Al Anbiya: 92)[1]
2.      Dalam masyarakat tauhid akan terbentuk suatu masyarakat yang saling
menyempurnakan dan saling menanggung seperti satu tubuh dan masyarakat itu bersifat menyatukan  pemikiran dan perasaan anggota-anggotanya. Rasulullah SAW bersabda: "Perumpamaan  kaum mukminin itu dalam cinta dan kasih sayang serta solidaritas di
antara mereka  bagaikan satu tubuh. Jika ada satu anggota tubuh mengeluh, maka bagian lain ikut  mengeluh dengan demam dan panas".
3.      Aqidah Islamiyah akan membentuk satu ikatan idiologis (rabithah
mabdaiyyah) di antara anggota masyarakat secara kuat dan kontinyu, yakni ikatan ukhuwah Islamiyah. Allah SWT berfirman:
"Hanyalah orang-orang mukmin yang bersaudara" (QS.  Al Hujurat: 10). Dalam hal ini aqidah Islamiyah mencela ikatan-ikatan lain yang  sifatnya emosional dan sementara, seperti ikatan kesukuan, tanah air, dan  kemaslahatan.
Allah SWT berfirman:
"Katakanlah jika bapak-bapakmu, anak-anakmu, saudara-saudaramu, istri-istrimu,  keluargamu, harta kekayaan dan perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan  rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, lebih kamu cintai daripada Allah dan  RasulNya dan (dari) jihad fisabilillah, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan  keputusanNya dan Allah tidak memberikan petunjuk kepada orang-orang yang fasik"  (QS. At Taubah: 24).
C.     Pengaruh Akidah Murni Pada Seseorang (Individual)
Seseorang yang telah memahami aqidah Islamiyah akan merasakan
pengaruh-pengaruhnya sebagai berikut:
1.      Aqidah Islamiyah memberikan kepuasan kepada akalnya dan menentramkan
hatinya.  Sebab aqidah Islamiyah telah menjawab semua pertanyaannya secara benar dan  memuaskan. Sehingga yang bersangkutan menjadi muslim yang mantap imannya, tak  mudah digoyang oleh apapun.
2.      Aqidah Islamiyah membentunya menjadi seoeang muslim yang maju dan
pemberani.  Setelah seorang muslim mengetahui dan memahami firman Allah SWT:


"Katakanlah, tak  akan menimpa kami sesuatu pun kecuali apa yang telah ditetapkan oleh Allah SWT kepada kami (QS. At Taubah: 151).
Dan hadits Rasulullah SAW: "Tidak akan mati  seseorang hingga dipenuhi ajalnya, rizkinya, dan apa-apa yang telah ditakdirkan  untuknya". Ia akan yakin bahwa segala sesuatu yang ditetapkan oleh Allah SWT pasti
akan terjadi, buruk ataupun baik. Seorang muslim yang berkeyakinan
seperti ini akan terjun ke medan pertempuran dengan gagah berani dan dia akan berjuang sekuat tenaga dalam mencari rizki, tentunya setelah ia menempuh sebab-sebab kemenangan  dalam pertempuran dan sebab-sebab perolehan harta dalam aktivitas ekonomi, tanpa  rasa khawatir sedikitpun tentang hasil yang akan dicapai.
3.      Aqidah Islamiyah akan membentuk sikap taqwa dalam diri seoran muslim.
Setelah  seorang muslim menyadari hubungannya dengan Allah SWT, dan bahwa Allah SWT akan  menghisab perbuatannya pada hari kiamat dia akan membentengi dirinya dari  perbuatan yang haram dan berusaha selalu mengerjakan perbuatan-perbuatan yang baik  dan halal. Sebab dia yakin, hari perhitungan (yaumul hisab) pasti datang. Ia pun  beriman kepada firman Allah SWT:
"Siapa saja yang berbuat kebaikan sebesar zarrah  (atom) niscaya akan melihatnya dan siapa yang berbuat kejahatan sekalipin sebesar
atom, dia akan melihatnya (QS. Al Zilzalah:7-8)
D.    Komitmen Kaum Muslimin Terhadap Akidah
Seseorang yang telah memahami aqidah Islamiyah akan merasakan
pengaruh-pengaruhnya sebagai berikut:
1.      Aqidah Islamiyah memberikan kepuasan kepada akalnya dan menentramkan
hatinya. Sebab aqidah Islamiyah telah menjawab semua pertanyaannya secara benar dan  memuaskan. Sehingga yang bersangkutan menjadi muslim yang mantap imannya, tak  mudah digoyang oleh apapun.
2.      Aqidah Islamiyah membentunya menjadi seoeang muslim yang maju dan
pemberani.  Setelah seorang muslim mengetahui dan memahami firman Allah SWT:
"Katakanlah, tak  akan menimpa kami sesuatu pun kecuali apa yang telah ditetapkan oleh Allah SWT  kepada kami (QS. At Taubah: 151). Danmhadits Rasulullah SAW: "Tidak akan mati  seseorang hingga dipenuhi ajalnya, rizkinya, dan apa-apa yang telah ditakdirkan  untuknya". Ia akan yakin bahwa segala sesuatu yang ditetapkan oleh Allah SWT pasti  akan terjadi, buruk ataupun baik. Seorang muslim yang berkeyakinan seperti ini  akan terjun ke medan pertempuran dengan gagah berani dan dia akan berjuang sekuat  tenaga dalam mencari rizki, tentunya setelah ia menempuh sebab-sebab kemenangan  dalam pertempuran dan sebab-sebab perolehan harta dalam aktivitas ekonomi, tanpa  rasa khawatir sedikitpun tentang hasil yang akan dicapai.
3.      Aqidah Islamiyah akan membentuk sikap taqwa dalam diri seoran muslim.
Setelah  seorang muslim menyadari hubungannya dengan Allah SWT, dan bahwa Allah SWT akan  menghisab perbuatannya pada hari kiamat dia akan membentengi dirinya dari  perbuatan yang haram dan berusaha selalu mengerjakan perbuatan-perbuatan yang baik dan halal. Sebab dia yakin, hari perhitungan (yaumul hisab) pasti datang.
Ia pun  beriman kepada firman Allah SWT:
"Siapa saja yang berbuat kebaikan sebesar zarrah (atom) niscaya akan melihatnya dan siapa yang berbuat kejahatan sekalipin sebesar  atom, dia akan melihatnya (QS. Al Zilzalah:7-8)

BAB III
PENUTUP
A.     Kesimpulan
1.      Aqidah Islamiyah memberikan kepuasan kepada akalnya dan menentramkan
hatinya.  Sebab aqidah Islamiyah telah menjawab semua pertanyaannya secara benar dan  memuaskan. Sehingga yang bersangkutan menjadi muslim yang mantap imannya, tak  mudah digoyang oleh apapun.
2.      Aqidah Islamiyah membentunya menjadi seoeang muslim yang maju dan
pemberani.  Setelah seorang muslim mengetahui dan memahami firman Allah SWT: "Katakanlah, tak  akan menimpa kami sesuatu pun kecuali apa yang telah ditetapkan oleh Allah SWT kepada kami (QS. At Taubah: 151). Dan hadits Rasulullah SAW: "Tidak akan mati  seseorang hingga dipenuhi ajalnya, rizkinya, dan apa-apa yang telah ditakdirkan  untuknya". Ia akan yakin bahwa segala sesuatu yang ditetapkan oleh Allah SWT pasti
akan terjadi, buruk ataupun baik. Seorang muslim yang berkeyakinan
seperti ini akan terjun ke medan pertempuran dengan gagah berani dan dia akan berjuang sekuat tenaga dalam mencari rizki, tentunya setelah ia menempuh sebab-sebab kemenangan  dalam pertempuran dan sebab-sebab perolehan harta dalam aktivitas ekonomi, tanpa  rasa khawatir sedikitpun tentang hasil yang akan dicapai.


B.     Daftar Pustaka
2.      Anonim, 1990, Al Quran dan Terjemahannya, Mujamma’ Al Malik Fahd Li  Thiba’at Al Mush-haf Asy Syarif, Medinah Munawwarah
3.      Ibrahim, Najih, Dr., dkk., 2005, Mitsaq Amal Islami, Panduan Bagi Gerakan Islam dalam Memperjuangkan Islam, Pustaka Al 'Alaq, Solo.
4.      Matdawam, M.N., Drs., 1989, Pembinaan dan Pemantapan Dasar Agama,  Yayasan “Bina Karier”, Yogyakarta.
5.      Sauri, Sofyan, Dr., H., 2004, Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian  Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi, Alfabeta, Bandung.
6.      Shalih bin Fauzan bin Abdullah al-Fauzan, Dr., 2004, Edisi Indonesia: Kitab  Tauhid 1, Darul Haq, Jakarta.
7.      Suryana Af, A.T., Drs., M.Pd., dkk., 1997, Pendidikan Agama Islam untuk  Perguruan Tinggi, Tiga Mutiara, Bandung.
8.      Tim penyusun Pustaka Al Wustho, 1994, Bekal Da’i Aktivis Muslim, Pustaka Al  Wustho, Solo.










[1] Mukaddimah Al Qur'an versi terjemahan Departemen Agama Republik Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar