Kamis, 17 Maret 2011

Tegnologi Kedokteran


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Tanpa penemuan teknologi di bidang kedokteran,tak dapat dibayangkan bagaimana beragam penyakit yang semakin kompleks dapat teratasi.Kemajuan dalam banyak bidang telah diikuti pula beragam penyakit yang makin tidak mudah mengatasinya.Sumbangsih terbesar bagi kemajuan dunia kedokteran adalah hasil dari ditemukannya berbagai macam teknologi di bidang kedokteran adalah orang-orang yang memiliki kepedulian tinggi pada dunia kemanusiaan.
Penemuan teknologi bidang kedokteran,ternyata tidak hanya dilakukan oleh praktisi kesehatan,orang-orang di luar bidang pun turut andil menemukannya.Ini merupakan satu hal yang dapat Anda petik dari buku ini.Robert Langer,misalnya.ilmuwan dari MIT yang berhasil menemukan polimer untuk aplikasi biomedis ini bukan berasal dari lingkungan kedokteran.
Bukan saja untuk usia tua,usia muda pun turut berkiprah dalam ragam penemuan bidang kedokteran.Misalnya,Michael Callahan,sang penemu AUDEO.Terdorong keinginan membantu orang sakit berkomunikasi,pria kelahiran 1982 ini mewujudkan kecintaannya pada nanoteknologi dan neurosains dengan menemukan AUDEO.Alat ini merupakan komunikasi orang sakit yang dapat dioperasikan tanpa menyentuh tombol apapun.Masih banyak Callahan dan Robert Langer lain yang dapat ditemui dalam buku ini
BAB II
PEMBAHASAN
1.      Pengertian Tegnologi
Tegnologi berasal dari istilah teckne yang berarti seni (art) atau keterampilan. Menurut Dictionary of Science, teknologi adalah penerapan pengetahuan teoritis pada masalah-masalah praktis.
Memahami teknologi tidak dapat dipisahkan dari ilmu pengetahuan alam (nature science) dan rekayasa (engineering). Ilmu pengetahuan alam adalah input bagi proses ilmu rekayasa sedangkan teknologi adalah hasil proses rekayasa.
Di antara ketiganya, IPA menggunakan lambing-lambang komunikasi yang paling pasti seperti matematika, fisika, kimia, biologi sehingga kemungkinan untuk disalah mengerti kecil sekali. Proses rekayasa sudah barang tentu menggunakan lambing-lambang yang digunakan dalam IPA, tetapi Rekayasa juga sedikit menggunakan bahasa-bahasa yang digunakan dalam ilmu social sehingga mudah dipahami. Jadi Rekayasa adalah wilayah tengah-tengah, dimana dapat menggunakan lambing-lambang dalam IPA dan juga mampu di pahami karena terdapat ilmu sosialnya. Sedangkan Teknologi, kerena fungsinya adalah untuk mempermudah kegiatan manusia maka harus lebih dimengerti manusia sehingga teknologi mampu digunakan oleh manusia itu sendiri.
a.       Manusia tidak dapat dipisahkan lagi dengan teknologi
b.      Manusia memerlukan teknologi dalam seluruh aspek kehidupannya
c.       Teknologi menjadi tempat dan lingkungan hidup manusia (habitat).

2.      Sejarah Tentang Tegnologi Kodokteran
Dalam suatu pertemuan ilmiah, 3 orang ilmuwan dari Amerika, Jerman dan
Indonesia saling berbincang tentang perkembangan teknologi kedokteran
yang telah dicapai di negaranya masing-masing. Ilmuwan Amerika berkata:
" di Washington, lahir seorang bayi tanpa lengan, sehingga kami harus
memasang tangan buatan untuk membantunya. Sekarang ia sudah dewasa
dan berhasil menjadi juara dunia tinju serta merebut medali emas di
olimpiade ". 
Kemudian si ilmuwan Jerman menambahkan : " itu sih tidak ada apa -
apanya. Di Berlin seorang bayi lahir tanpa sepasang kaki, sehingga kami
harus memasang kaki buatan. sekarang ia juga sudah dewasa dan berhasil
menjadi juara dunia lari marathon serta merebut 3 medali emas olimpiade "
Tanpa mau kalah, ilmuwan Indonesia menyela : " hanya itukah yang bisa
kalian peroleh, medali emas olimpiade ?. 
Di Pare Pare, Sulawesi Selatan, lahir seorang bayi tanpa kepala. Agar tetap
hidup kami kemudian memasang sebutir kelapa sebagai pengganti kepala.
Dan ia sekarang menjadi Presiden Republik Indonesia " .
3.      Pentingnya Tegnologi Kedokteran Dirumah Sakit
Kalau melihat perkembangan teknologi kedokteran dan kebijakan untuk rumah sakit tak ada habisnya mulai dari program INA-DRG, Case Mix, Sistem Informasi Manajemen RS, hingga medical imaging dan medical engineering. Ujung-ujungnya adalah pada patient care dan patient safety. Rumah sakit tidak cukup alasan untuk mengesampingkan 2 unsur tersebut oleh karena usaha dibidang ini bak dua sisi mata uang yang tidak terpisahkan. Satu sisi adalah sebagai organisasi sosial dan satu sisi adalah institusi bisnis. Namun belakangan pergeseran fungsi ini lebih banyak kekanan daripada ke kiri. Ini artinya fungsi sosial RS sudah mulai bergeser menjadi yang kurang dominan.
Salah satu hal yang menyebabkan pergeseran ini salah satunya adalah kemampuan teknologi dan resources SDM RS yang cenderung tidak berimbang. Di satu sisi teknologi informasi komputer berkembang cepat tapi disisi lain kemampuan SDM bergerak pasif bahkan cenderung stagnan. Hal ini menyebabkan berbagai peralatan IT dan teknologi kedokteran tidak mencapai kapasitas maksimal padahal alat-alat kedokteran hampir bisa ditebak ”pasti” mahal. Padahal peralatan2 tersebut diperoleh dengan cara hutang atau sewa dari perusahaan supplier. Kesalahan prosedur penggunaan dan perawatan alat maupun teknologi menyebabkan tergangunya utilitas yang berakibat mengganggu pendapatan RS. Di samping itu biaya perawatan alat yang mahal merupakan beban tersendiri karena alat tersebut tidak memiliki spare part di Indonesia.
Beban tersebut saat ini dijadikan alasan mengapa akses layanan teknologi di RS mahal. Untuk menutupi biaya operasional tersebut tidak jarang pihak menajemen RS membebankannya kepada pasien secara tidak obyektif. Hitung-hitungan tersebut buntutnya akan menaikkan biaya pelayanan yang sangat mahal.
Salah satu solusinya adalah penguasaan teknologi kedokteran. Pemakaian produk-produk bangsa perlu ditingkatkan lebih banyak lagi. USG produk lokal, EKG, Nebulizer, kursi roda, Bed ICU, Stetoskop hingga alat bedah minor kini sudah banyak diproduksi oleh bangsa Indonesia. Mengenai kualitas sebagian memang masih belum bisa menyamai produk luar negeri tetapi sebagian sudah sama berkualitasnya bahkan lebih baik. Semakin banyak produk dalam negeri dipakai, logikanya akan semakin baik pula kualitasnya karena akan semakin banyak ditemukan kelemahannya sehingga dituntut untuk selalu memperbaikinya.
Penelitian2 dibidang rekayasa biomedika ini sudah banyak dilakukan oleh para peneliti kita, bahkan sudah ada sekolahnya. Kalau di UGM dulu ada DIII Elektromedik, sekarang sudah berkembang dengan adanya S2 Teknik Biomedika yaitu di ITB, UI, UGM dan ITS.
4.      Perkembangan Tegnologi Kedokteran
Perkembangan teknologi kedokteran telah membawa kita untuk tidak perlu lagi membuat “jendela”, tetapi cukup membuat “lubang kunci” pada tubuh (Key-Hole Surgery). Selanjutnya di  “lubang kunci” itu dipasang sebuah alat berbentuk selongsong, yang kemudian dipakai sebagai tempat memasukkan pelbagai macam peralatan seperti, kamera, gunting, pisau ataupun alat penyedot.
a.      Transplantasi Organ
Kemajuan biomedis dan teknologi kedokteran semakin memungkinkan transplantasi organ-organ tubuh manusia. Praktek transplantasi kornea mata dan ginjal sudah lazim dilakukan dengan sukses. Baby Fae segera sesudah kelahirannya memperoleh jantung kera (baboon) untuk menggantikan jantungnya yang cacat. Tentu saja dapat dipindahkan pula dari jantung seorang bayi yang tidak memiliki otak (anensefali).
b.      Bedah Plastik
Bidang kedokteran bedah, khususnya bedah plastik, mengalami perkembangan yang pesat. Ahli-ahli bedah plastik tidak hanya menyembuhkan cacat tubuh pasien mereka saja, tetapi juga psikisnya. Bedah plastik dapat memperbaiki cacat sekesil apapun dari tubuhnya hingga merubah wajah orang.
c.       Robot Bisa Bedah Tampa Asisten Manusia
Dengan julukan Biopsy Bot, robot bergantung pada 3-D dan teknologi USG untuk gerakannya. Scan USG ini berfungsi sebagai “mata robot” memungkinkan doc bot untuk mencari target. Dengan teknologi buatan yang canggih, proses data 3-D robot mengirim perintah khusus untuk mekanik lengannya yang memeriksa lesi dan dapat mengambil sampel.
Sejauh ini, generasi robot bedah telah 93% efektif dalam tes yang paling terakhir, dan peneliti di Duke yakin tentang kelayakan robot.
“Salah satu keindahan dari sistem ini adalah bahwa semua komponen hardware tersedia di pasaran,” kata pemimpin tim, profesor Stephen Smith. “Kami percaya bahwa ini adalah langkah pertama dalam menunjukkan bahwa dengan beberapa modifikasi, sistem seperti ini dapat dibangun tanpa harus mengembangkan sebuah teknologi baru dari awal.”
d.      Nanotech Robots coba atasi penyakit seperti kanker
Suatu temuan dilaporkan dalam The Journal Nature pada hari Minggu, memberikan bukti awal bahwa pendekatan pengobatan baru yang disebut interferensi RNA atau RNAi dapat bekerja pada sesorang.
RNA (ribonucleic acid) adalah singkatan dari Asam ribonukleat - senyawa kimia yang berperan penting dalam proses penyakit. Sebuah tim California Institute of Technology di Pasadena menggunakan nanoteknologi – membuat robot polimer kecil dilapisi protein yang disebut transferin yang membawa molekul reseptor pada berbagai jenis tumor atau kanker.
BAB III
PENUTUP
Salah satu hal yang menyebabkan pergeseran ini salah satunya adalah kemampuan teknologi dan resources SDM RS yang cenderung tidak berimbang. Di satu sisi teknologi informasi komputer berkembang cepat tapi disisi lain kemampuan SDM bergerak pasif bahkan cenderung stagnan. Hal ini menyebabkan berbagai peralatan IT dan teknologi kedokteran tidak mencapai kapasitas maksimal padahal alat-alat kedokteran hampir bisa ditebak ”pasti” mahal. Padahal peralatan2 tersebut diperoleh dengan cara hutang atau sewa dari perusahaan supplier. Kesalahan prosedur penggunaan dan perawatan alat maupun teknologi menyebabkan tergangunya utilitas yang berakibat mengganggu pendapatan RS. Di samping itu biaya perawatan alat yang mahal merupakan beban tersendiri karena alat tersebut tidak memiliki spare part di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
1.       Hanafiah, M.Y, Etik Kedokteran, Dahulu, Kini dan Masa Mendatang, diajukan pada Temu Ilmiah “Dampak Kemajuan Teknologi Kedokteran Terhadap Etika Moral dan Hukum”, Medan, 30 November 1985.
2.      Heuken, A.S.J, Ensiklopedi Etika Medis, Yayasan Cipta Lokakarya, Cetakan pertama, Jakarta Pusat, 1979.
3.      John Paul II, Pope, Evangelium Vitae, L’Osservatore Romano, Vatikan, April 5, 1995.
4.      Sacred Congregation For The Doctrine of The Faith Declaration on Euthanasia, L’Osservatore Romano, June 30, Page 17, Vatikan 1980.
5.      Sayo, A.C., Euthanasia, Suatu Masalah Etika, Moral dan Hukum, diajukan pada Temu Ilmiah “Dampak Teknologi Kedokteran Terhadap Etika, Moral Dasar Hukum”, Medan, 30 November 1985.
6.      Suseno, F.M, Euthanasia dan pertanggungjawaban Etis, Beberapa Pertimbangan Atas Dasar Etika Katholik (Makalah), Jakarta, 1984.
7.      Vaux, K., Birth Ethics-Religious And Cultural Values In The Genesis of Life, The Crossroad Publishing Company USA, 1989.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar